Selasa, 18 Juni 2024

Surat Untuk Sahabat

 

Hai, semoga rasa sayangku senantiasa menghangatkan hari-harimu, menguatkanmu, dan membuatmu tidak pernah merasa sendirian.

            Pasti sangat tidak mudah bukan melewati hari-hari buruk sendirian? Tidak ada yang betul-betul bisa memahami apa yang sebetulnya kamu rasakan bahkan saat kamu datang ke ruang konseling. Hidup dengan diberi “hadiah” ini dari tuhan terkadang membuat kita limbung, aku tahu. Aku merasakannya juga. Tapi ini takdir kita. Mari untuk selalu berusaha berlapang dada dan membuka ruang ikhlas dikedalaman hati untuk senantiasa selalu siap menerima takdir buruk. Namun, aku yakin sekali meski kamu disana sedang apatis dengan hal ini, aku yakin akan ada cahaya diujung lorong gelap yang panjang yang sedang kamu lewati saat ini.

Teruslah berjalan meski tertatih dan terseok-seok. Jangan pernah berputus asa mencari jalan yang benar. Ada yang pernah mengingatkanku bahwa janji tuhan adalah pasti. Pasti lah akan segera datang kabar membahagiakan yang kita tunggu-tunggu itu.

            Di titik terendahmu ini, ijinkan aku menemanimu, setidaknya berikan padaku ruang untuk mendengarkanmu. Melalaui surat ini juga, aku ingin berbagi sesuatu yang aku sangat berharap ini bisa diterima dengan baik sebagai bekalmu untuk menguatkan diri. Tidak ada niatan dariku untuk mengguruimu. Aku sangat amat menghargai prosesmu.

Jika tak ada alasan lagi untuk hidup, hiduplah saja tanpa alasan. Kalau kamu mati, kamu akan selesai begitu saja tanpa tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Bahkan, bisa jadi kamu akan lebih menyesal dari yang seharusnya. Jika kamu memilih untuk tetap hidup, kamu bisa saja bertemu dengan keajaiban dan kejutan-kejutan baik yang sebelumnya tidak pernah disangka-sangka.

Hiduplah saja dalam kesepian dan nestapa yang tak berujung. Siapa tahu Tuhan melihat bagaimana kerasnya kamu bertahan lalu Dia iba dan pelan-pelan mengangkat rasa sakitmu. Tuhan tidak akan pernah benar-benar meninggalkanmu. Meski di fase ini kamu merasa kehilangan Tuhan dan memilih menjauh dari Tuhan.

Hiduplah saja dulu apa adanya untuk sekedar hidup. Dengan begitu kamu akan menjadi mulia karena bisa mempertahankan hidupmu. Jika berjuang sangat sulit, bertahanlah saja dulu. Bertahan juga sudah berjuang.

Sebenarnya jiwamu yang sedang sakit. Jadi jangan pernah mencoba untuk marah kepada tubuhmu. Tubuhmu adalah satu-satunya tempat tinggal bagi jiwamu. Bagaimana bisa jiwamu dapat hidup lebih tenang jika rumahnya kau rusak? Jiwamu sudah sangat beruntung memiliki tubuhmu. Jadilah tubuh yang hangat bagi jiwa yang kesakitan. Jadilah tubuh yang dapat merespon jiwa dengan bijak.

Biarkanlah jiwamu bersemayam lebih lama di dalam tubuhmu dan bersama-sama menunggu kematian yang sesungguhnya. Jika bukan tubuhmu siapa lagi yang akan memeluk jiwamu? Banyak sekali yang bilang, obat yang paling mujarab adalah diri sendiri. Segera temukanlah obat itu versi terbaikmu. Aku yakin sekali kamu bisa bangkit.

Ini pengembaraan yang amat panjang. Beristirahatlah jika kamu lelah dan kembalilah berjalan menuju sembuh yang utuh. Sampai pada detik ini, kamu sudah sangat hebat dalam mempertahankan segalanya. Peluklah tubuhmu sekarang. Mulailah lagi berkolaborasi dengan jiwamu, bisikkanlah dengan penuh welas asih, “Mari kita tetap hidup.”

Telah sampailah pada penghujung suratku. Hanya ini surat yang kutulis untuk kulayangkan padamu. Ayo belajar lagi memaafkan diri dan mencintai diri dengan sepenuhnya. Seberat apapun yang sedang kamu lalui, sekali lagi jangan pernah merasa sendiri. Aku lah teman yang bisa kau andalkan. Melalui surat ini, saat ini juga aku sedang memelukmu erat.

Kuat lah selalu,

Dariku yang sedari jauh selalu memelukmu dengan doa.

Salam sayang,

Aemanessa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar