Hai,
semoga rasa sayangku senantiasa menghangatkan hari-harimu, menguatkanmu, dan
membuatmu tidak pernah merasa sendirian.
Pasti sangat tidak mudah bukan
melewati hari-hari buruk sendirian? Tidak ada yang betul-betul bisa memahami
apa yang sebetulnya kamu rasakan bahkan saat kamu datang ke ruang konseling.
Hidup dengan diberi “hadiah” ini dari tuhan terkadang membuat kita limbung, aku
tahu. Aku merasakannya juga. Tapi ini takdir kita. Mari untuk selalu berusaha
berlapang dada dan membuka ruang ikhlas dikedalaman hati untuk senantiasa
selalu siap menerima takdir buruk. Namun, aku yakin sekali meski kamu disana
sedang apatis dengan hal ini, aku yakin akan ada cahaya diujung lorong gelap
yang panjang yang sedang kamu lewati saat ini.
Teruslah
berjalan meski tertatih dan terseok-seok. Jangan pernah berputus asa mencari
jalan yang benar. Ada yang pernah mengingatkanku bahwa janji tuhan adalah
pasti. Pasti lah akan segera datang kabar membahagiakan yang kita tunggu-tunggu
itu.
Di titik terendahmu ini, ijinkan aku
menemanimu, setidaknya berikan padaku ruang untuk mendengarkanmu. Melalaui
surat ini juga, aku ingin berbagi sesuatu yang aku sangat berharap ini bisa
diterima dengan baik sebagai bekalmu untuk menguatkan diri. Tidak ada niatan
dariku untuk mengguruimu. Aku sangat amat menghargai prosesmu.
Jika
tak ada alasan lagi untuk hidup, hiduplah saja tanpa alasan. Kalau kamu mati,
kamu akan selesai begitu saja tanpa tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Bahkan,
bisa jadi kamu akan lebih menyesal dari yang seharusnya. Jika kamu memilih
untuk tetap hidup, kamu bisa saja bertemu dengan keajaiban dan kejutan-kejutan
baik yang sebelumnya tidak pernah disangka-sangka.
Hiduplah
saja dalam kesepian dan nestapa yang tak berujung. Siapa tahu Tuhan melihat
bagaimana kerasnya kamu bertahan lalu Dia iba dan pelan-pelan mengangkat rasa
sakitmu. Tuhan tidak akan pernah benar-benar meninggalkanmu. Meski di fase ini
kamu merasa kehilangan Tuhan dan memilih menjauh dari Tuhan.
Hiduplah
saja dulu apa adanya untuk sekedar hidup. Dengan begitu kamu akan menjadi mulia
karena bisa mempertahankan hidupmu. Jika berjuang sangat sulit, bertahanlah
saja dulu. Bertahan juga sudah berjuang.
Sebenarnya
jiwamu yang sedang sakit. Jadi jangan pernah mencoba untuk marah kepada
tubuhmu. Tubuhmu adalah satu-satunya tempat tinggal bagi jiwamu. Bagaimana bisa
jiwamu dapat hidup lebih tenang jika rumahnya kau rusak? Jiwamu sudah sangat
beruntung memiliki tubuhmu. Jadilah tubuh yang hangat bagi jiwa yang kesakitan.
Jadilah tubuh yang dapat merespon jiwa dengan bijak.
Biarkanlah
jiwamu bersemayam lebih lama di dalam tubuhmu dan bersama-sama menunggu kematian
yang sesungguhnya. Jika bukan tubuhmu siapa lagi yang akan memeluk jiwamu?
Banyak sekali yang bilang, obat yang paling mujarab adalah diri sendiri. Segera
temukanlah obat itu versi terbaikmu. Aku yakin sekali kamu bisa bangkit.
Ini
pengembaraan yang amat panjang. Beristirahatlah jika kamu lelah dan kembalilah
berjalan menuju sembuh yang utuh. Sampai pada detik ini, kamu sudah sangat
hebat dalam mempertahankan segalanya. Peluklah tubuhmu sekarang. Mulailah lagi
berkolaborasi dengan jiwamu, bisikkanlah dengan penuh welas asih, “Mari kita tetap hidup.”
Telah
sampailah pada penghujung suratku. Hanya ini surat yang kutulis untuk
kulayangkan padamu. Ayo belajar lagi memaafkan diri dan mencintai diri dengan
sepenuhnya. Seberat apapun yang sedang kamu lalui, sekali lagi jangan pernah
merasa sendiri. Aku lah teman yang bisa kau andalkan. Melalui surat ini, saat
ini juga aku sedang memelukmu erat.
Kuat
lah selalu,
Dariku
yang sedari jauh selalu memelukmu dengan doa.
Salam
sayang,
Aemanessa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar