Rabu, 26 Juni 2024

TERUNTUK DIRIKU SENDIRI


-BACA INI LIMA TAHUN LAGI-

Untuk Aeman lima tahun yang akan datang, jika perasaan bunuh diri kerap muncul lagi, ingatlah ke hari ini. Ingatlah ke masa-masa sulit yang sudah kamu lalui. Kamu sudah bertahan sampai disini dan saat ini. Kamu bisa. Jadi, saat situasi semacam itu ada lagi, kamu pasti lebih jago menanganinya. Pegalamanmu akan menggiringmu kepada sesuatu yang baik. Lima tahun lagi kamu sudah lebih dewasa. Jadi kamu pasti bisa lebih bijaksana lagi menyikapi masalah. Lima tahun lagi kamu pasti sudah mandiri secara emosional. Pasti masalah-masalah itu kamu bisa menghadapinya dengan enteng. Jika rasa bunuh diri itu datang lagi, jangan bunuh dirimu tapi bunuhlah emosi negatifnya. Kamu bisa. Pasti. Aku yakin.

            Untuk Aeman di masa lalu, tenang.. jangan takut lagi. Kini kamu sudah dewasa. Kamu sudah bisa melewati banyak hal di hidupmu. Kamu punya orang-orang yang care sama kamu. Ada banyak kok orang selain kamu yang punya “pain” yang sama. Kamu tidak sendirian. Jangan takut lagi, jangan minder lagi, kini kamu tumbuh mendewasa lebih dari yang kamu mau. Kamu terus tumbuh dan bertumbuh. Kamu suka mengembangkan diri. Kini kamu sudah dewasa, jangan pernah takut lagi. Ada aku disini yang siap memelukmu kapan pun kamu membutuhkannya. Aku tidak akan pernah sekali pun meninggalkanmu. Ayo, sekarang tegakkan lututmu, berdirilah! Ayo, genggam tanganku, hiduplah bersamaku di masa kini. Kamu bukan seperti yang orang lain katakan. Ayo, kita bergandengan tangan menikmati waktu kita di masa kini. Aeman, aku mencintaimu sejak kamu dilahirkan di dunia ini sampai saat ini dan seterusnya. Aku mencintaimu disaat hari-hari baikmu dan aku mencintaimu disaat hari-hari burukmu. Aku sangat mencintaimu. Sungguh-sungguh mencintaimu.

            Untukku di masa sekarang, aku bersyukur telah diberi kekuatan untuk bertahan hidup. Aku bersyukur aku diberi kekuatan untuk beribadah. Aku bersyukur diberi kebijaksanaan. Aku bersyukur dengan hidupku dan menerima segala ritmenya. Aku bersyukur masih diberi napas dan kesempatan hidup berbenah lebih baik. Aku bersyukur atas hal-hal baik yang datang ke hidupku. Aku bisa legowo berpapasan dengan takdir buruk. Terima kasih sudah melalui banyak hal dan bersabarlah lagi untuk banyak hal.

            Kusampaikan maaf, tolong, dan terima kasih untuk diriku sendiri. Aeman, maaf, belum bisa membawa hidupmu serius kearah yang lebih baik kala itu. Maaf, aku telah membiarkanmu merasakan jatuh berkali-kali. Maaf, masih sering mengijinkan halusinasi mencampuri keputusanmu. Tolong, kali ini bertekadlah sungguh-sungguh untuk mengarahkan hidup lebih baik. Tolong bersabarlah untuk tidak memendam emosi dan tidak langsung bereaksi atas segala emosi yang hadir. Tolong cintailah dirimu melebihi cintamu kepada orang lain. Utamakan kesehatan mentalmu sebelum orang lain. Terima kasih, sudah menyadari banyak hal dan berusaha mempraktikkan sesuatu yang sudah kamu pelajari. Terima kasih, untuk selalu peduli dengan mood harianmu dan tidak absen journaling. Terima kasih, sudah menghargai hidup dan menerima baik-buruknya takdir.

Salam sayang,

Aeman di masa kini.

 

Selasa, 18 Juni 2024

Surat Untuk Sahabat

 

Hai, semoga rasa sayangku senantiasa menghangatkan hari-harimu, menguatkanmu, dan membuatmu tidak pernah merasa sendirian.

            Pasti sangat tidak mudah bukan melewati hari-hari buruk sendirian? Tidak ada yang betul-betul bisa memahami apa yang sebetulnya kamu rasakan bahkan saat kamu datang ke ruang konseling. Hidup dengan diberi “hadiah” ini dari tuhan terkadang membuat kita limbung, aku tahu. Aku merasakannya juga. Tapi ini takdir kita. Mari untuk selalu berusaha berlapang dada dan membuka ruang ikhlas dikedalaman hati untuk senantiasa selalu siap menerima takdir buruk. Namun, aku yakin sekali meski kamu disana sedang apatis dengan hal ini, aku yakin akan ada cahaya diujung lorong gelap yang panjang yang sedang kamu lewati saat ini.

Teruslah berjalan meski tertatih dan terseok-seok. Jangan pernah berputus asa mencari jalan yang benar. Ada yang pernah mengingatkanku bahwa janji tuhan adalah pasti. Pasti lah akan segera datang kabar membahagiakan yang kita tunggu-tunggu itu.

            Di titik terendahmu ini, ijinkan aku menemanimu, setidaknya berikan padaku ruang untuk mendengarkanmu. Melalaui surat ini juga, aku ingin berbagi sesuatu yang aku sangat berharap ini bisa diterima dengan baik sebagai bekalmu untuk menguatkan diri. Tidak ada niatan dariku untuk mengguruimu. Aku sangat amat menghargai prosesmu.

Jika tak ada alasan lagi untuk hidup, hiduplah saja tanpa alasan. Kalau kamu mati, kamu akan selesai begitu saja tanpa tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Bahkan, bisa jadi kamu akan lebih menyesal dari yang seharusnya. Jika kamu memilih untuk tetap hidup, kamu bisa saja bertemu dengan keajaiban dan kejutan-kejutan baik yang sebelumnya tidak pernah disangka-sangka.

Hiduplah saja dalam kesepian dan nestapa yang tak berujung. Siapa tahu Tuhan melihat bagaimana kerasnya kamu bertahan lalu Dia iba dan pelan-pelan mengangkat rasa sakitmu. Tuhan tidak akan pernah benar-benar meninggalkanmu. Meski di fase ini kamu merasa kehilangan Tuhan dan memilih menjauh dari Tuhan.

Hiduplah saja dulu apa adanya untuk sekedar hidup. Dengan begitu kamu akan menjadi mulia karena bisa mempertahankan hidupmu. Jika berjuang sangat sulit, bertahanlah saja dulu. Bertahan juga sudah berjuang.

Sebenarnya jiwamu yang sedang sakit. Jadi jangan pernah mencoba untuk marah kepada tubuhmu. Tubuhmu adalah satu-satunya tempat tinggal bagi jiwamu. Bagaimana bisa jiwamu dapat hidup lebih tenang jika rumahnya kau rusak? Jiwamu sudah sangat beruntung memiliki tubuhmu. Jadilah tubuh yang hangat bagi jiwa yang kesakitan. Jadilah tubuh yang dapat merespon jiwa dengan bijak.

Biarkanlah jiwamu bersemayam lebih lama di dalam tubuhmu dan bersama-sama menunggu kematian yang sesungguhnya. Jika bukan tubuhmu siapa lagi yang akan memeluk jiwamu? Banyak sekali yang bilang, obat yang paling mujarab adalah diri sendiri. Segera temukanlah obat itu versi terbaikmu. Aku yakin sekali kamu bisa bangkit.

Ini pengembaraan yang amat panjang. Beristirahatlah jika kamu lelah dan kembalilah berjalan menuju sembuh yang utuh. Sampai pada detik ini, kamu sudah sangat hebat dalam mempertahankan segalanya. Peluklah tubuhmu sekarang. Mulailah lagi berkolaborasi dengan jiwamu, bisikkanlah dengan penuh welas asih, “Mari kita tetap hidup.”

Telah sampailah pada penghujung suratku. Hanya ini surat yang kutulis untuk kulayangkan padamu. Ayo belajar lagi memaafkan diri dan mencintai diri dengan sepenuhnya. Seberat apapun yang sedang kamu lalui, sekali lagi jangan pernah merasa sendiri. Aku lah teman yang bisa kau andalkan. Melalui surat ini, saat ini juga aku sedang memelukmu erat.

Kuat lah selalu,

Dariku yang sedari jauh selalu memelukmu dengan doa.

Salam sayang,

Aemanessa


Rabu, 05 Juni 2024

Tidak Ada yang Hilang, Lantas?

 


    Berhari-hari denial. Saatnya merangkul fakta bahwa perjalanan cinta-cintaan sudah selesai. Iya, sakit. Wajar, namanya juga bom waktu. Semuanya kini sudah usai. Sudah tuntas segala-galanya. Aku sudah kembali ke setelan awal. Aku tidak akan ter-trigger dengan suaranya, dengan namanya saat orang lain menyebutnya di depanku, dengan aroma parfumnya, dengan kehadiran orangnya jika tiba-tiba muncul, dengan segala kenangan yang berhubungan dengannya. Kulepaskan segala emosi yang terlanjur melekat.

    Aku memaafkan diriku sendiri atas keputusan yang kuambil saat aku menerima kehadirannya. Aku menghormati segala proses baik-buruk atas perjalanan hidupku. Kupastikan aku tidak lagi berjalan di jalan berlubang yang sama -aku akan berputar dan mencari jalan lain yang lebih baik.

    Kata orang, hidup seperti roda berputar, ternyata rodaku tidak berputar karena aku mengganjalnya. Hari ini kulepas ganjalannya dan kuberi pelumas agar rodanya berputar lagi. Entah hal apa yang nanti membawa rodaku berputar ke bawah, asalkan jangan dengan cerita yang sama. Aku siap naik ke atas, aku juga tidak kaget untuk ke bawah.

    Ditinggalkan bukan alasan untuk berhenti hidup. Bagaimanapun hidup terus berjalan, pilihannya cuma dua; mau menumbuhkan luka atau menyembuhkan luka? Aku memilih sembuh. Mas Damar benar, kenapa aku merasa kehilangan padahal sejatinya di dunia ini aku tidak punya apa-apa. Tidak ada yang hilang, yang ada adalah kembali ke tempat masing-masing. Berjalan di garis takdir masing-masing.

Semoga kebijaksanaan selalu menyertaiku.